Berita Trend Indonesia – Baru-baru ini, warganet dihebohkan dengan kabar bahwa ada pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran atau massal di industri tekstil dan alas kaki di Jawa Barat.
Melihat hal tersebut, Ridwan Kamil, selaku Gubernur Jawa Barat (Jabar) turut angkat bicara mengenai isu adanya pemutusan hubungan kerja massal di Jabar.
Ridwan Kamil menjelaskan bahwa adanya PHK massal tersebut bukan melulu dampak dari kebijakan pemerintah.
Ridwan Kamil menegaskan bahwa tidak semua hal disebabkan oleh adanya kebijakan dari pemerintah.
Terdapat beberapa hal lain yang dapat terjadi dan tidak dapat dikendalikan contohnya yaitu adanya kondisi pasar, dan permintaan serta penawaran barang.
“Kalo market-nya tidak ada kan susah. Ada wilayah yang memang tidak dalam kontrol birokrasi. Itu sudah hukum pasar,” ujar Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengklaim bahwa pihak pemerintahan akan melakukan perlindungan dan kemudahan untuk mengurangi potensi PHK di Jawa Barat.
“Tapi perlindungan perlindungan kemudahan (berusaha) terus kita lakukan,” ujar Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengaku, adanya resesi global tahun depan juga turut mengancam dunia pengusaha, dan berdampak pada karyawan yang akhirnya di PHK.
“Jadi biasanya ada pengaruh dari potensi resesi global di tahun depan,” ujar Ridwan Kamil.
Meskipun ada resiko PHK massal di industri tekstil dan alas kaki di Jawa Barat, tetapi, disisi lain masih ada banyak para investor yang masuk ke Jawa Barat.
Ridwan Kamil mengaku bahwa Jawa Barat merupakan provinsi yang mempunyai investor paling banyak dan tertinggi di Indonesia.
“Setiap tahun investasi kan nomor satu. Tahun lalu masuk Rp 136 triliun menghasilkan 136 ribu pekerjaan,” ujar Ridwan Kamil.
Tanggapan Kemenkeu
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) turut angkat bicara mengenai isu adanya PHK massal di industri tekstil dan alas kaki di Jawa Barat.
“Berdasarkan hasil penelitian teman-teman Kemenkeu yang ada di Jabar ini tadi dilaporkan sebenarnya belum ada terjadi PHK secara massal,” ujar Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Made Arya Wijaya.
Made Arya Wijaya mengatakan, setelah diselidiki ternyata hanya terjadi pengurangan produksi barang, dan tenaga kerjanya hanyalah dikurangi dan mempekerjakan pegawai secara bergilir agar efisien waktu dan biaya.
“Jadi, mungkin arah untuk PHK-nya bisa jadi, tapi kondisi riil-nya masih terbilang cukup baik,” ujar Made Arya Wijaya.
Made Arya Wijaya menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan merelokasikan anggaran dari pos lain untuk memberikan saluran bantuan sosial kepada pegawai yang mengalami pengurangan jam kerja tersebut.
Pasalnya, pemerintah masih berfokus untuk mengeluarkan dana sosial untuk bencana dan masyarakat yang benar-benar tidak mampu.
“Kelihatannya dengan sisa waktu yang ada dan juga alokasi yang sudah ada, jadi mestinya sih tidak harus memicu adanya pergeseran-pergeseran atau realokasi,” ujar Made Arya Wijaya.
Tanggapan Kemnaker
Kementerian Ketenagakerjaan menghimbau kepada semua pihak perusahaan untuk mengedapankan dialog sosial bipartit guna menghindari adanya PHK di tengah kebangkitan ekonomi.
“Mari kita sikapi isu PHK ini secara berimbang dengan terus mengedepankan dialog dengan para pemangku kepentingan, sehingga PHK menjadi jalan paling akhir jika terjadi kemelut bisnis. Kemnaker bersama seluruh Dinas Tenaga Kerja di Provinsi/Kab/kota akan selalu siap mendampingi untuk mencari solusi yang terbaik,” ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, Indah Anggoro Putri.
Indah Anggoro Putri mengatakan, pihaknya telah menerima banyak laporan bahwa adanya PHK massal di beberapa tempat di Jabar.
Oleh karena itu, saat ini pihaknya masi berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga-Lembaga untuk menanggapi isu tersebut.
“Kami telah menerima beberapa informasi terkait jumlah PHK, khususnya di sektor industri padat karya orientasi ekspor seperti garmen, tekstil, dan alas kaki,” ujar Indah Anggoro Putri.
“Namun informasi dan data ini masih harus kami crosscheck dengan data dari Kementerian/Lembaga lainnya, termasuk Dinas Perdagangan, Dinas Perindustrian, dan Dinas Tenaga Kerja di setiap provinsi dan kab/kota,” tutupnya.