Berita Trend Indonesia – Seperti yang kita tahu, saat ini banyak masyarakat dan pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih terjebak dalam jeratan rentenir.
Diketahui, Rentenir merupakan individu atau kelompok yang memberikan pinjaman uang kepada pihak lain dengan bunga yang sangat tinggi. Mereka sering kali beroperasi di luar sistem perbankan resmi dan tidak memiliki izin resmi sebagai lembaga keuangan. Rentenir umumnya memanfaatkan kebutuhan mendesak dan kekurangan keuangan seseorang untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari bunga yang dikenakan.
Banyak masyarakat dan pelaku UMKM yang melakukan pinjaman uang kepada rentenir karena rentenir tidak menggunakan jaminan yang berharga dan tidak menggunakan BI Checking.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, saat ini rentenir menjadi salah satu penguasa pinjam-meminjam di Indonesia.
Purbaya Yudhi Sadewa juga mengaku bahwa pelaku rentenir menjadi salah satu penyumbang perekonomian paling besar di Indonesia.
“Kita lihat rentenir masih menguasai ekonomi Indonesia, masih banyak sekali. Artinya selama itu (rentenir) ada, maka Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih akan dibutuhkan,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa.
Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, tingginya tingkat pelaku rentenir di Indonesia menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan banyak pinjaman untuk aktivitasnya.
Oleh karena itu, hal tersebut dapat menjadi dukungan dan pendorong bagi BPR untuk terus berkembang dan mengedukasi masyarakat untuk melakukan pinjaman ke lembaga keuangan dan mempunyai izin yang jelas dari negara.
“Jadi, mereka (BPR) kalau mau mengajari masyarakat kelas bawah yang membutuhkan dengan tekun lebih, di mana literasi masih rendah. Ruang pertumbuhan (BPR) mereka masih cukup besar,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa.
“Jadi, kalau mereka menjalankan bisnisnya secara pruden dan hati-hati harusnya peluang mereka untuk tetap tumbuh dengan pesat masih terbuka besar. Apalagi kalau kita lihat inklusi keuangan masih pada level yang bsia ditingkatkan lagi,” sambungnya.
BPR Terganjal Mindset
Sebelumnya, Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) terus berupaya untuk melakukan digitalisasi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yang kini telah berganti nama jadi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).
Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah mengatakan, BPR mempunyai banyak tantangan, pasalnya dari tahun ke tahun jumlah rentenir di Indonesia terus bertambah dari berbagai daerah.
“Pola pikir ini yang akhirnya membelenggu dan mempengaruhi upaya transformasi digital. Untuk itu, forum seperti ini bagi Perbarindo sangat penting dan strategis guna meningkatkan kapabilitas serta kompetensi SDM BPR dan BPRS, pada akhirnya akan meningkatkan daya saing industri,” ujar Tedy Alamsyah.
Tedy Alamsyah mengatakan, jika BPR mempunyai inovasi y ang baru dan mampu mengedukasi masyarakat serta meningkatkan kepercayaan dan pemahaman masyarakat, maka akan banyak nasabah yang
“Kami sadari, kebutuhan masyarakat semakin berkembang, di sisi lain kami juga terus berupaya mencari solusi yang efektif, efisien, dan aman dalam penyediaan teknologi bagi BPR, BPRS. Salah satu upayanya yaitu menjalin sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Tentunya dengan model bisnis yang saling melengkapi, menguntungkan dan mendorong tumbuh bersama. Sehingga dampak akhirnya, masyarakat yang dilayani lebih mudah, cepat, dan aman,” ujar Tedy Alamsyah.
Meningkatkan SDM dan Daya Saing
Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah mengatakan, BPR seharusnya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan memperkuat daya saingnya dengan pelaku rentenir.
Daya saing yang dimaksud ialah BPR harus meningkatkan produk dan layanan, perbaikan tata kelola, manajemen risiko, pemenuhan ketentuan, penyempurnaan infrastruktur teknologi informasi, dan sistem informasi manajemen.
“Perbarindo memang berkomitmen untuk terus berupaya membawa BPR dan BPRS naik kelas, sesuai yang telah tercantum dalam Program Kerja Perbarindo Tahun 2022-2026. Program tersebut antara lain dalam pengembangan digitalisasi BPR yaitu BPR e-Cash dan pengembangan core banking system (CBS) melalui kerja sama dengan pihak ketiga,” ujar Tedy Alamsyah.
“Pengembangan SDM juga diperkuat dengan menuntaskan penyusunan modul untuk sertifikasi staf supervisor dan pelaksana. Sehingga akan mempermudah BPR dan BPRS untuk meningkatkan kompetensi, pengetahuan, dan wawasan,” sambungnya.